Oct 23, 2025

Cahaya dari Timur: Kisah Merry Christine Sarce Rumainum dan Gerakan Literasi Papua Cerdas




Tak … tik … tak … tik … tuk …

Itulah kata yang saya rapal ketika perjalanan ke sekolah. Ketika bermain bersama teman-teman sebaya. Kata ibu, aku harus membacanya berulang kali. Begitulah cara agar aku bisa membaca. Langsung diucapkan berkali-kali.

Saat itu, saya hendak naik kelas 3 SD. Saya kesulitan untuk membaca huruf-huruf alfabet. Saya bingung bagaimana menyambung setiap suku kata. Lalu, ibu yang lulusan SD mengajari saya membaca salah satu bait lirik lagu Naik Delman Istimewa yang ada di buku paket. 

Ajaib! Saya langsung mengerti bagaimana cara membaca dan secara perlahan, saya bisa membaca kata demi kata.

Namanya Tama.

Teman saya pindahan dari sekolah lain, membawa komik-komik dan majalah BOBO ke sekolah. Saya yang sedang gemar membaca, tertarik membaca komik-komik yang dipinjamkan oleh Tama secara sukarela. Lewat Tama, saya mulai menyukai membaca komik, cerita pendek yang ada di majalah BOBO, cerita bergambar, bahkan opini. Dari sana, banyak hal dimulai.

Saya mulai menulis puisi dan ketika SMP, saya mencoba menulis opini dan cerita pendek. Beberapa cerita pendek saya dimuat di majalah antar sekolah yang cukup bergengsi saat itu.

Saya pun mulai mencari-cari novel dan membeli majalah BOBO sendiri. Saat itu, teknologi tidak berjalan secepat sekarang. Akses membeli buku terbatas. Saya harus menempuh waktu cukup lama untuk ke toko buku terdekat. Tentunya, Bapak yang mengantar saya dari toko buku satu ke toko buku lain. Pun Bapak yang membantu saya menempel perangko di amplop ketika mengirim naskah ke majalah lokal.

Selain guru di sekolah, orang-orang di sekitar saya mempengaruhi kebiasaan membaca saya. Sampai saat ini, ketika segala hal mudah dijangkau, saya masih membaca novel dan bahkan menulis novel.

Banyak orang yang berpengaruh dalam kehidupan kita. Seperti yang dilakukan oleh Merry Christine Sarce Rumainum untuk orang-orang di sekitarnya dalam menggerakkan literasi di lingkungannya. Demi masa depan mereka, demi cita-cita mereka.

Cahaya dari Timur: Kisah Merry Christine Sarce Rumainum dan Gerakan Literasi Papua Cerdas





Di ujung timur Indonesia, di antara hijaunya perbukitan dan birunya laut Manokwari, ada sebuah kisah yang menghangatkan hati. Kisah tentang seorang perempuan yang percaya bahwa perubahan bisa dimulai dari satu buku, satu anak, dan satu ruang kecil bernama Pondok Baca Senja Papua Cerdas.

Namanya Merry Christine Sarce Rumainum. Seorang pendidik, sastrawan, dan pegiat literasi yang memilih menyalakan lilin di tengah gelap, daripada menunggu orang lain membawa cahaya.

Literasi Papua Cerdas: Menumbuhkan Cinta Baca dari Hati


Gerakan Literasi Papua Cerdas yang digagas Merry bukan sekadar program membaca. Itu adalah upaya membangun budaya berpikir kritis, rasa ingin tahu, dan cinta terhadap pengetahuan.

Setiap akhir pekan, Pondok Baca Senja dipenuhi anak-anak yang antusias mendengarkan dongeng, menggambar, bermain matematika sederhana, atau sekadar membuka buku bergambar. Merry dan para relawan muda dari kampus UNIPA hadir bukan sebagai guru, tapi sebagai teman yang menemani proses belajar mereka.

“Kalau kita ingin anak-anak Papua cerdas, kita harus hadir dulu di tempat mereka,” begitu kata Merry suatu kali.

Bagi Merry, literasi bukan hanya soal bisa membaca atau menulis. Literasi adalah tentang membuka pintu pada dunia yang lebih luas; tentang mengenal diri sendiri, tentang berani bermimpi.

Di Pondok Baca Senja, setiap buku adalah jendela. Anak-anak belajar melihat dunia di luar kampung mereka, mengenal cerita tentang laut, bintang, dan tokoh-tokoh yang menginspirasi. Mereka belajar bahwa mimpi tak punya batas, meski berasal dari tempat yang jauh dari hiruk pikuk kota besar.

Papua masih menghadapi tantangan besar dalam hal literasi. Banyak daerah terpencil belum memiliki akses ke buku atau tenaga pengajar yang cukup. Namun, inisiatif seperti Pondok Baca Senja Papua Cerdas menunjukkan bahwa perubahan tetap mungkin terjadi, bahkan dimulai dari gerakan kecil.

Merry tahu bahwa ia tak bisa mengubah semuanya dalam semalam. Tapi dengan setiap anak yang belajar membaca, setiap buku yang terbuka, dan setiap senyum yang muncul, ia tahu: langkah kecilnya berarti.

Kini, Pondok Baca Senja Papua Cerdas menjadi simbol harapan baru. Sebuah tempat di mana cahaya pengetahuan menyala perlahan tapi pasti. Dari sana, anak-anak Papua belajar menulis masa depan mereka sendiri.

Dan di balik semua itu, ada sosok Merry Christine Sarce Rumainum, perempuan yang percaya bahwa satu buku bisa menyalakan seribu mimpi. Karena literasi bukan hanya soal membaca kata, tapi juga tentang memahami kehidupan. Dari senja di Papua, cahaya itu terus menyala; hangat, lembut, dan penuh harapan.

Dari yang dilakukan oleh Merry, dia menjadi salah satu penerima Apresiasi SATU Indonesia Awards Nasional dari ASTRA. 

Saya pribadi pun bertemu dengan Merry-Merry dalam bentuk lain. Dari mereka, saya menjadi seperti saat ini; seorang penulis. Dari orang-orang sekitar saya itu, saya bisa berada di titik ini. Meraih impian sejak kecil. 

Buat kamu yang juga memiliki impian yang sama; semoga segera tercapai!

0 Comments:

Post a Comment

Komentar akan dimoderasi terlebih dahulu. Hanya memastikan semuanya terbaca :)

Usahakan berkomentar dengan Name/URL ya, biar bisa langsung BW balik saya ^^