Jul 10, 2015

Sinopsis: Penentu Nasib Sebuah Karya Oleh Wenda Koiman (bagian 1)



Sinopsis: Penentu Nasib Sebuah Karya - Sebenarnya judul di atas agak berlebihan, mengingat penentu nasib sebuah karya tentu saja adalah atas ijin Allah SWT. Tapi selain sisi reliji itu, tentu saja usaha adalah bagian yang tidak kalah penting dari proses dihantarkan sebuah karya sampai ke titik yang disebut ‗sukses‘. Sukses pada tahap awal kita sepakati saja sebagai suatu kondisi dimana akhirnya ada pihak yang menerima karya kita. Baik itu penerbit untuk novel, atau PH (Production House = Rumah Produksi) untuk film.


Artikel sederhana ini gue racik berkat obrolan singkat dengan Hardy Zhu, penulis yang kini sedang membangun tempat belajar menulis bernama Carita Writing Course.  Ada point tentang pentingnya sebuah sinopsis pada sebuah karya yang sedang mencari ‗jodoh‘. Gue jadi ingat begitu banyak pertanyaan yang pernah mampir di inbox, dengan tingkatan yang bisa disebut advance, beberapa langkah lebih maju dibanding pertanyaan dasar; “Bagaimana membuat sebuah sinopsis yang baik?”. Kata ‗Baik‘ gue rasa cukup mewakili beberapa kata lain yang lebih greget, misalnya Sinopsis yang keren, yang jitu, yang berbobot, memikat, dan sebagainya. Untuk itulah kemudian gue mencoba menyusun tulisan sederhana ini, dengan lebih dulu menghubungi beberapa ‗Master‘ yang bersedia membagi ilmunya untuk kita simak. 

Ada dua kelompok Mas dan Mbak yang gue repotin. Pertama, para editor. Jreng jreeeeng! Teman-teman pasti pernah mengalami suka dan duka dengan mereka. Baik yang mendapat kabar gembira karena naskahnya lolos, ataupun yang kemudian mesti legowo karena harus segera kirim pengajuan naskah ke penerbit lain. Empat orang yang bersedia membagi ilmu untuk artikel ini adalah Mas Radindra Rahman, editor Wahyu Qolbu. Lalu Mas Gari Rakai Sambu, editor Media Pressindo, ditemani Mas Adham T. Fusama dari Bentang Pustaka . Kece, kan? Mengetahui apa yang mereka inginkan mewakili penerbit masing-masing akan jadi ilmu penting yang wajib dicatat. 

Kelompok kedua, para penulis skenario. Ahaaa! Ini nih, yang duluan begadang sebelum film bisa kita nikmati. Sosok penting yang kadang lupa kita ingat namanya dari sebuah film karena memang mereka bekerja dibalik layar. Mbak Achi TM, penulis skenario sekaligus ibu guru di Rumah Pena,juga rekan sejawat gue di Starvision. Mbak Fitria Pratnasari, penulis skenario yang banyak melahirkan karya untuk Trans TV. Mas Dimas Djayadinekat, yang sukses dengan segala kenekatan cerdasnya, penulis dan tim kreatif Parodi Trotoar TVRI yang sangat menghibur itu. 

Dua kelompok ini bisa mewakili dua sisi yang berhubungan dengan sinopsis. Kelompok pertama sebagai tim juri‘, kelompok kedua adalah yang sudah biasa menembus pembatas dan menerima jawaban; 'ACC', accepted, diterima, lolos, poko’e segala e-mail yang menyenangkan itu. Oke, kebetulan dalam prakteknya dua kelompok ini memang tidak ketemu, karena penulis skenario berhadapan dengan produser, sedangkan editor berhubungan dengan penulis novel di penerbitan. Tapi kita akan fokus menampung ilmunya tanpa berdebat point itu. 

  Well, dari babak perkenalan kita mulai masuk materi. 

1 | Mengapa Sinopsis Itu Penting?

Sinopsis, adalah ‗ringkasan‘ cerita yang akan kita jabarkan lewat halaman tebal dalam sebuah naskah novel atau skenario secara lengkap. Sinopsis adalah first impression, kesan awal, dan wakil dari keseluruhan cerita yang kita tawarkan. Perlu dipahami bersama bahwa editor harus menghadapi tumpukan pengajuan naskah yang tidak sedikit. Dari yang menarik, sampai yang amburadultentunya. Melihat tugas mengkaji‘ naskah yang sangat menyita waktu ini, para editor menggunakan sinopsis sebagai bahan pertimbangan awal apakah naskah tersebut menarik untuk diteliti lebih jauh, secara lengkap, atau gugur di babak penyisihan. Berikut menurut para editor tentang pentingnya sinopsis. 

Question:  

Seberapa besar pengaruh sinopsis untuk bisa menarik perhatian editor / redaksi? 

Answer: 

Gari Rakai Sambu:

BESAR BANGET pengaruhnya. Gini ya, Mas Wen. Saya di redaksi bisa nerima 60-100an naskah masuk tiap bulannya. Gimana caranya saya bisa habis baca semua naskah, plus masih ditambah kerjaan reguler ngedit tiap bulan, kalau bukan dari sinopsis? Prinsip kerja editor buku di mana-mana kayaknya sih sama: baca 10 halaman awal, baca 10 halaman akhir, baca bagian tengah secara random. Kalau gak enak, langsung tolak. Kalau dibaca agak enak, baru lihat sinopsis. Nah masalahnya adalah, kalau si penulis tidak mencantumkan sinopsis secara detail. Ini sih tergantung editornya. Kalau lagi mood, bisa aja dibaca naskahnya sampai habis. Kalau lagi gak mood ya langsung tolak. Hihi. Jadi sekali lagi, besar banget pengaruhnya.  

Radindra Rahman: 

Sangat besar. Banyak cara redaksi menilai naskah. Tapi karena waktu yang dipunya tidak banyak, melalui sinopsis redaksi bisa mendapatkan poin dari naskah yang diajukan. 

Adham T. Fusama: 

Sinopsis sangat membantu editor untuk memahami naskah dengan cepat. Karena naskah yang masuk tiap harinya sangat banyak sementara editor juga manusia yang kecepatan membacanya punya batasan, maka editor sangat menyukai naskah yang disertai dengan sinopsis lengkap. Sinopsis bisa jadi memegang peranan penting "menyelamatkan" suatu naskah. Naskah yang tanpa sinopsis bisa saja hanya dibaca-baca sekilas oleh editor, kalau semisalnya editor merasa naskah itu biasa saja apalagi tulisannya berantakan dan nama penulisnya tidak dikenal, besar kemungkinan naskah itu akan ditolak. Padahal mungkin ada poin plus yang dimiliki naskah itu (misal twist ending yang bagus) yang bisa dijadikan bahan pertimbangan editor untuk menerimanya. Tapi, karena editor tidak tahu,sinopsis pun tidak ada, ya naskah itu besar kemungkinan akan ditolak. Kalau ada sinopsis, poin plus itu bisa diketahui editor, dan ia akan mempertimbangkan untuk membaca naskah itu lebih teliti. 

2 | Kunci sukses sebuah sinopsis. 

Oke, sudah jelas bahwa sinopsis adalah sebuah bagian yang penting. Bisa saja naskah kita sebenarnya bagus, tapi harus tersingkir hanya karena gagal dalam membangun sebuah sinopsis yang baik.  

Apa kuncinya? Check this one out! 

Question:  

Apa kunci agar sebuah sinopsis bisa disebut 'bagus'? 

Answer: 

Gari Rakai Sambu: 

Sebelum jawab pertanyaan ini, kita harus samain persepsi dulu. Kebanyakan penulis pemula gak bisa bedain antara sinopsis dan blurb. Meskipun dua-duanya sama-sama berfungsi sebagai alat marketing,tapi ada perbadaan mendasar: - Sinopsis dibuat untuk dibaca oleh editor. - Blurb dibuat untuk dibaca oleh calon pembaca/pembaca buku. Karena itulah, bentuknya juga berbeda banget.Sinopsis harus berisi cerita secara detail dari segi AWAL, TENGAH, dan AKHIR cerita. Dari opening sampai ending harus jelas. Endingnya gak boleh dibuat: "Lantas, bagaimanakah kelanjutan cerita ini?" Yang kayak gitu namanya blurb. Intinya, penulis harus bener-bener yakin bahwa sinopsis yang dia buat bisa bikin editor memahami cerita secara menyeluruh. Makanya di Media Pressindo kami mewajibkan penulis untuk menyertakan sinopsis detail per bab. Biar kami tahu gambaran cerita secara utuh, tanpa harus baca naskah sampai selesai. Saya pikir ini gak cuma berlaku di Media Pressindo. Tapi bisa saja saya salah. Besar kemungkinan saya salah. 

Radindra Rahman:  

Kunci jelas memenuhi / mencakup / memaparkan keseluruhan alur naskah. Opening, pengenalan masalah, konflik, penyelesain, semua harus mencakup. Jangan menggantung. Bedakan blurb belakang sampul dan sinopsis. bukan berarti mencakup semua isi, terus kita menuliskannya tak kalah panjang dari bab 1. standar ketentuan 2 halaman. Jadi nggak usah tulis kalimat, adegan yang sebetulnya nggak penting buat dijabarkan dalam sinopsis.

Adham T. Fusama: 

Informatif. Editor butuh tahu isi cerita naskah itu dari awal sampai akhir dengan cepat (dikarenakan naskah yang masuk sangat banyak). Jadi, buatlah ringkasan cerita yang informatif, efektif, dari awal sampai akhir. Ya, termasuk menceritakan twist ending (bila ada). Banyak sekali penulis yang merasa "Kalau twist ending-nya dikasih tahu, nanti gak seru dong!" Ingat, Anda menulis sinopsis untuk editor, bukan pembaca yang akan membeli naskah Anda. Jadi, tak masalah jika editor mengetahui ending / twist ending cerita Anda, supaya bisa menilai apakah keseluruhan ceritanya menarik atau tidak. "Nanti, kalau twist ending-nya bocor ke khayalak umum gimana?" Enggak bakal! Apakah Anda pernah mendengar kasus isi cerita novel yang "bocor" ke masyarakat sebelum novelnya terbit? Tidak pernah, kan? Karena, apa untungnya bagi editor membocorkan ending novel ke masyarakat? Kalau novel itu malah diterima, justru malah rugi kan? Jadi, tulis semua cerita naskahmu di sinopsis, termasuk ending dan penutupnya. 

3 | DON’T DO THIS! 

Kunci sebuah sinopsis sudah ditangan, sekarang kita bahas mengenai hal yang sebaiknya tidak kita lakukan pada sinopsis yang kita buat. Gue pribadi menyarankan jangan memajang foto di sinopsis, apalagi kalo foto tersebut diambil dari kamera dengan resolusi rendah tanpa bantuan aplikasi anu anu yang menolong banget itu. Sorry, please ignore it.

Question: 

Apa hal yang tidak boleh dilakukan dalam pembuatan sinopsis? 

Answer:  

Gari Rakai Sambu:  

1) Nulis puisi, Ini true story. Saya beberapa kali nemuin sinopsis yang isinya gak nyambung sama isi cerita. Ehm, sebenernya lumayan nyambung sih. Tapi si penulis malah berpuitis-puitis ria dalamsinopsis. Terus, gimana saya bisa tahu isi cerita kalau begini? Ini lumayan sering, lho. 
Hihi. 

2) Menyembunyikan ending. Ending itu salah satu bagian vital dari cerita. Gak seru banget kalau saya lagi baca sinopsis, yang mana dari awal sudah bagus, tengah bagus, eh, begitu sampai ending isinya cuma, "Bagaimanakah nasib Larasati? Akankah Larasati berhasil menemukan cinta pertamanya?" Kalau kejadiannya kayak gitu, saya biasanya ngomel dalam hati, "Ya mana gue tau, kampret? Elu yang bikin cerita, kenapa malah elu yang nanya ke gue? Emang gue tau jawabannya? Lu pikir aja ndiri!!!" Hahaha. Kalau saya lagi baik, biasanya saya cari ending-nya. Tapi kalau saya lagi males, ya udah langsung tolak. Hihi. 


3) Memberikan informasi secara kurang lengkap. Sebenernya sinopsis itu gak harus panjang, dan gak harus pendek. Suka-suka ajalah. Mau panjang atau pendek gak masalah, yang penting informasinya harus lengkap. Setidaknya informasi yang harus ada di dalam sinopsis: 

- Siapa karakter utamanya? Boleh juga kasih gambaran beberapa karakter minor. 
- Apa tujuan utama dia di dalam cerita? 
- Apa saja rintangan utamanya? 
- Bagaimana ending-nya? Berhasil? Gagal? 


Itu doang. Kalau pinter, sebenernya si penulis bisa bikin sinopsis cuma dalam setengah halaman A4. Jadi emang gak perlu panjang. Yang penting detail. 

Radindra Rahman: 

Pertanyaan ini sedikit udah terjawab di nomor 2. selain harus bisa membedakan blurb belakang sampul dan sinopsis pengajuan, juga jangan terlalu panjang (waktu redaksi itu singkat), gunakan bahasa tulisan yang mudah dipahami. Kalo perlu tulis dulu premisnya, lalu kembangkan menjadi sinopsis itu sendiri. Keasyikan buat sinopsis, tapi lupa apa sih maksud isi naskahnya. 

Adham T. Fusama:  

Sinopsis yang bertele-tele, tidak informatif, dan membingungkan editor untuk mengetahui apa isi ceritanya. Ingat, sinopsis itu bukan blurb (cuplikan cerita di cover belakang novel) yang gunanya sebagai salah satu materi promosi novel tersebut. Blurb itu nantinya ditentukan oleh editor / pihak penerbit, jadi penulis tidak perlu memusingkan soal blurb. Jadi, penulis juga jangan menulis sinopsis seperti blurb. Jangan "cuma" memajang tulisan berbunga-bunga (misal cuma memuat puisi sebagai sinopsis). Atau sinopsisnya cuma setengah-setengah (misal sengaja menyembunyikan endingnya dengan menulis kalimat seperti ini: "bagaimana nasib tokoh A selanjutnya? Apakah dia akan mati? Lantas, bagaimana nasib dunia di bawah kekuasaan Iblis B?"). Atau menulis sinopsis yang terlalu panjang, ikut menyantumkan dialog-dialog tokohnya. Idealnya, sinopsis novel itu panjangnya 2-3 halaman saja. 


Saran terakhir: selain sinopsis, penulis juga bisa memberi "bujukan tambahan" buat editor dengan menyertakan kelebihan-kelebihan naskah. Misal karakternya kuat, setting eksotis di pedalaman Papua, topiknya yang menarik, atau punya twist ending yang tak terduga. Tulis saja semua yang kira-kira dirasa sebagai kelebihan. Kalau perlu, bisa mintakan endorse dari penulis-penulis terkenal, misalnya ke Raditya Dika, Wenda Koiman, atau sastrawan-sastrawan. Dengan adanya endorsement seperti itu, penerbit jadi tahu naskah itu punya potensi untuk disukai dan terjual dengan baik. Tentu saja endorsement itu harus asli, bukan trik untuk menipu penerbit.  

Selanjutnya Sinopsis Dalam Skenario Film


NB: Artikel ini ditulis oleh Wenda Koiman salah satu novelis Indonesia ^^


image source pexel







0 Comments:

Post a Comment

Komentar akan dimoderasi terlebih dahulu. Hanya memastikan semuanya terbaca :)

Usahakan berkomentar dengan Name/URL ya, biar bisa langsung BW balik saya ^^

Banner IDwebhost