Mar 8, 2014

Perjanjian

“Ada apa?”
     Kedua alisku bertaut, ketika memasuki kamar kos yang kuhuni bersama sahabatku Alita. Kulihat Zoya sedang menangis dalam pelukan Alita dan kulihat Miranda (sahabatku yang lain, yang sekamar dengan Zoya) memasang wajah kusut ketika berpapasan denganku dipintu masuk kos.

     Alita mengisyaratkanku untuk duduk disebelah mereka. Kudengar suara tangis Zoya semakin jadi. Pungungnya bergetar. Zoya berbalik melihat kearahku. Matanya sembab dan memerah.
     “Randa, Wel.”ucapnya kurang jelas. Dia terus terisak.”Aku nggak pernah ngerti cara berpikir anak itu!”tandasnya.”Dia tega sama aku!”
     “Kenapa dia?”tanyaku peduli. Alita masih mengelus-elus rambut ikal Zoya untuk menenangkannya.
     “Dia sering sms-an dengan Yoga!”jawab Alita.
     “Cuma sms-an. Apa salahnya?”tanyaku.
     “Pakai kata SAYANG!!”tandas Zoya. Dia terisak kembali.”Dan, hari ini Yoga berbohong. Dia bilang pergi latihan basket. Ternyata dia menjemput Randa!”
     Aku mulai mengerti arah pembicaraan ini. Aku jadi teringat tentang pembicaraanku dengan Miranda beberapa waktu yang lalu.
     “Yoga tadi kesini, nyariin Zoya.”katanya. aku hanya berguman tidak terlalu mengindahkan ceritanya.”Dan, kamu tahu, kan, Zoya sedang keluar dengan Rendi, teman sekelas kita itu.”katanya lagi.”Sepertinya hubungan mereka sedang bermasalah.”tambahnya lagi. Aku masih berkutat dengan kertas putih dengan sebuah sketsa setengah jadi diatasnya.”Kamu dengar, kan?”
     “Hmm…”jawabku. Aku sedikit bingung dengan model baju yang cocok untuk acara Kak Rani, kakak sepupuku. Ya, aku lebih suka memakai baju rancanganku sendiri ataupun yang kudapatkan dari internet.
     “Yoga tadi sedikit cerita mengenai hubungannya dengan Zoya. Dia bilang, sepertinya mereka akan putus. Pantas saja Zoya menanggapi Rendi.”
     Saat itu, aku tidak terlalu memperdulikan cerita Miranda. Dan, jika semua situasi ini terjadi, tentu saja itu adalah alasan yang kuat. Miranda mengira Yoga dan Zoya akan putus, pada kenyataannya mereka belum putus.
     “Jangan terlalu curiga seperti itu.”kataku.”Mungkin mereka hanya berteman. Seperti yang kau lakukan bersama Rendi.”kataku terus terang. Kami berempat sudah kenal lama. Aku mengenal mereka saat menjadi satu gugus dalam acara pengenalan kampus tiga tahun lalu. Untuk berbicara jujur tentu sudah bukan jadi barang canggung untuk kami.
     Zoya diam. Dia memanyunkan bibirnya. Mungkin sedang berpikir kalimat apa yang dapat menyangkal pernyataanku.
     “Tapi, Yoga pacarku!”tandasnya.
     “Sudah kau tanyakan pada Miranda?”tanyaku lagi.
     “Zoya sudah bertanya. Dan Randa mengiyakan.”jawab Alita.
     “Kenapa kamu kesannya membela Randa, Wel?”protes Zoya salah paham.”Kamu tidak pernah tahu, rasanya orang yang kamu cintai jalan dengan sahabatmu sendiri sih!”
     “Bukan begitu. Kita sudah saling mengenal tiga tahun lamanya. Dan, kau baru mengenal Yoga enam bulan terakhir.”aku memberi alasan. “Maksudku, pasti Miranda punya alasan tersendiri.”
     “Tapi, dia mengiyakan.”
     “Nah, itu kau tahu. Kalau dia memang ingin merebut Yoga darimu, tidak mungkin dia jujur begitu.”balasku.
     “Dia jujur karena aku sendiri yang mempergoki mereka jalan berdua!”Zoya kembali terisak.
     “Selama kau mengenal Miranda, apakah dia pernah berbohong sama kamu?”
     “Welan benar.”Alita membenarkan.”Randa tadi ingin menjelaskan alasannya, tetapi kamu sudah membentaknya dan mengatainya berkhianat.”dia mengelus kembali rambut Zoya.”Kamu seharusnya memberikan dia waktu untuk menjelaskan.”
     “Mungkin, ini hanya salah paham.”
     “Mungkin, kita harus membuat perjanjian untuk tidak mendekati pacar teman sendiri.”cetus Alita.
     “Apalagi rencanamu, Lit?”tanyaku. Alita perempuan yang memiliki segudang ide. Seringkali dia mencetuskan sesuatu yang membuat kami kelimpungan.
     “Ya, seharusnya memang kita tidak boleh mendekati pacar ataupun gebetan teman kita. Ya. Kita ini sudah bersahabat cukup lama, dan kurasa hal ini harus ditegaskan.”
     “Aku setuju.”Zoya menghapus air matanya.”Aku mau besok kita rapat.”
     Aku mengerutkan alisku.”Rapat apa ini?”kedua tanganku terangkat.”Kalian ini ada-ada saja.”
     “Ini demi kebaikan bersama, Wel.”kata Alita.
     “Oke.”balasku.
     “Miranda harus tahu.”Zoya merenggut.”Yoga itu milikku!”
     Ya, mungkin mereka benar. Kita harus membuat perjanjian itu. Namun, seharusnya hal semacam itu tidak perlu dikatakan ataupun dibuat sebuah perjanjian. Karena seharusnya memang seperti itu.

-Wulansari-
Surabaya, 07 Maret 2014
09:41

0 Comments:

Post a Comment

Komentar akan dimoderasi terlebih dahulu. Hanya memastikan semuanya terbaca :)

Usahakan berkomentar dengan Name/URL ya, biar bisa langsung BW balik saya ^^

Banner IDwebhost