Jul 24, 2019

Novel Bumi Manusia; Intrik Politik Pada Masa Itu


Bumi Manusia, sebuah novel dari penulis Pramoedya Ananta Toer. Pada tahun 1980, Bumi Manusia kali pertama terbit di penerbit Hasta Mitra. Melihat jejak sejarah yang tercatat dalam sampul buku, tercetak bahwa pada tahun tersebut, novel ini sudah dicetak sebanyak sembilan kali. Sangat fantastik, bukan? Pada tahun-tahun sebelumnya, tercatat novel Bumi Manusia diterbitkan oleh penerbit-penerbit luar negeri, seperti Manus Amici – Amsterdam, Beijing Da Xue – Beijing, Dou Shi Chu Ban Selangor- Malaysia, dan beberapa penerbit dari negara lainnya. Hingga, pada tahun 2005 kembali diterbitkan penerbit Indonesia, Lentera Dipantara.

Sebagai seorang penulis yang begitu lekat dengan nama-nama penerbit, saya sama sekali tidak tahu ada penerbit bernama Lentera Dipantara, apalagi penerbit tersebut sudah ada sejak tahun 2005. Saya baru mengetahuinya, ketika tahun ini – 2019 – saya membeli novel Bumi Manusia cetakan ke-29 2018.


Kalau dikatakan, saya sangat terlambat membaca novel yang hendak diadaptasi ke layar lebar ini, memang benar sekali. Saya bahkan baru mendengar mengenai Bumi Manusia tahun lalu, ketika mantan kekasih membicarakan mengenai buku-buku sejarah dan dia berminat membeli. Dan, pada tahun ini, sebelum film Bumi Manusia tayang Bulan Agustus nanti, saya ingin membacanya.

Berawal dari saya membagikan trailer Bumi Manusia, seorang teman berkomentar, “Biasanya Hanung membuat film ending-nya berbeda, dengan novel. Mending baca novelnya dulu.”Oke, akhirnya saya membeli novel Bumi Manusia.

Saya pikir, novel dengan latar belakang tahun-tahun lampau, akan membosankan dan membuat saya berpikir keras dan akhirnya novel tersebut akan saya geletakan begitu saja. Pada kenyataannya, tidak. Saya membacanya sampai habis, dalam kurun waktu satu Minggu – waktu standar saya untuk membaca novel setebal 535 halaman.

Sebelum membaca artikel ini lebih lanjut, lebih baik baca novel Bumi Manusia terlebih dahulu, karena pada artikel ini saya tidak berusaha menutupi apa pun. Kalaupun nantinya akan muncul spoiler-spoiler, itu murni yang terlintas dalam pikiran saya.

Nampaknya, kenapa saya bisa membaca novel ini sampai tuntas, pun didasari karena kesukaan saya akan novel roman klasik. Beberapa novel roman klasik yang saya baca dan saya tonton ialah karya-karya Jane Austen dan ada pula novel The Great Gatsby. Pada kenyataannya, saya pun menyukai Bumi Manusia, yang merupakan roman klasik-nya Indonesia atau apabila menganut kurun waktu pada Bumi manusia, Hindia. 

Sejarah Bumi Manusia dan Pramoedya Ananta Toer


Sebelum memasukki lebih dalam isi buku, pada halaman pertama novel Bumi Manusia, dijabarkan mengenai sejarah lahirnya empat buku fenomenal ini. Buku yang lahir dalam tekanan dan terkungkungnya sang penulis. 

Pramoedya Ananta Toer, menghabiskan hampir seluruh hidupnya dalam penjara. Ditangkapnya ia, atas tuduhan terlibatnya dalam aksi G30s PKI, namun akhirnya tak terbukti dan dibebaskan pada tahun 1979. Meskipun begitu, ia tetap menjadi tahanan rumah, tahanan kota dan tahanan negara. 

Baginya, menulis adalah tugas pribadi dan nasional. Dan ia konsekuen terhadap semua akibat ia peroleh. Berkali-kali karyanya dilarang dan dibakar. (Bumi Manusia, hal. 1)

Di mana seseorang terkekang, terpenjara, pikirannya akan menciut dan hidup dalam ketakutan. Pada kenyataannya, Pramoedya Ananta Toer tidak demikian. Tubuh beserta ruang geraknya terpenjara, akan tetapi pikirannya bebas. Penanya terus bergerak, seiring berjalan pikirannya dan waktu. 

Intrik Politik pada Novel Bumi Manusia, Begitu Dekat Dengan Kita

Novel ini bukan sekadar rekaan belaka, melainkan terselipnya fakta-fakta yang sangat familier. Pada salah satu halaman, ketika Nyai Ontosoroh menceritakan mengenai kisah hidupnya kepada Annelies – anaknya – pada malam hari. Ia bercerita mengenai ayahnya, yang menjadi jurutulis. Di mana pada masa itu, menjadi jurutulis adalah hal yang bersifat tinggi. Pada bagian tersebut, saya mengingat mengenai cerita Mbah Kung dari Bapak. 

Mbah Kung, dulunya seorang buruh pabrik, hendak diangkat jabatannya lebih tinggi. Sayangnya, Mbah Kung tak bisa baca tulis. Akhirnya, Mbah Kung tidak jadi naik jabatan dan pulang dengan wajah tertekuk. Kisah kecil ini, memberikan gambaran bahwa cerita dalam Bumi Manusia benar-benar berkaitan dengan masa yang telah lampau. Menunjukkan, betapa tingginya nilai orang yang bisa baca tulis.

Di lain cerita, mengenai Minke dan Nyai Ontosoroh yang melawan hukum kulit putih. Mereka tak bisa berbuat banyak, lantaran mereka seorang pribumi. Hasutan dan keputusan-keputusan yang tidak bisa mereka hindari. Mereka harus kehilang harta dan orang yang disayangi, oleh hukum kulit putih. Tak punya kuasa apa-apa. Meskipun, Minke sudah berusaha dengan penanya, menulis ke berbagai media cetak untuk mendapatkan dukungan. Kenyataannya, tetap tak ada hasil. Meskipun, sempat mendapatkan pembelaan dari orang-orang Madura yang dipimpin oleh Darsam.

Tentunya, kisah tersebut masih ada sampai saat ini. Banyak hasutan-hasutan – sekarang di media sosial –, demi mendapatkan apa yang diinginkan. Orang yang tak bersalah, menjadi bersalah. Orang yang jelas-jelas bersalah, justru bebas berkeliaran. Begitulah.

Pada masa itu, pribumi tak memiliki kuasa penuh. Bahkan, ketika Minke mengucapkan namanya, tanpa nama belakang; seperti sebuah aib. Awalnya, saya tidak paham kenapa. Ternyata, bagi orang Eropa memiliki nama belakang adalah sebuah kehormatan, sesuatu hal yang penting. 

Seperti yang Sudah-Sudah, Perempuan Tak Memiliki Kuasa Lebih

Dalam novel ini pun, dikisahkan perempuan tak memiliki kuasa apa-apa atas kehidupannya. Seperti sebelum saya membaca novel ini, saya membaca novel Putri Rajapatni karya Putu Felisia, yang mengangkat kisah roman kerajaan Majapahit. Dalam kerajaan, putri-putri hanya dijadikan “jual-beli” urusan politik. Mereka tak bisa menentukan masa depan mereka sendiri. Begitu pula pada Bumi Manusia, pergundikan terjadi dan dialami oleh Nyai Ontosoroh – sebutan “Nyai” pada zaman itu, merupakan sebutan untuk istri tidak sah atau gundik.

Banyak alasan terjadinya pergundikan. Pada kasus di Bumi Manusia, Nyai Ontosoroh menjadi gundik lantaran dijual oleh ayahnya sendiri. Sampai dia memiliki dua anak, hasil dari perkawinan tidak sah tersebut. Inilah dasar kenapa Nyai Ontosoroh tidak memiliki hak apa-apa, atas apa yang diperjuangkannya selama ini, bahkan tak memiliki hak atas anaknya sendiri.

Sudah pribumi, gundik pula ~

Pramoedya Ananta Toer Menulis Begitu Detail

Detail di sini bukan mengenai letak buku di mana, lemari di mana, dan mengenai benda-benda seperti apa. Berbeda dengan cara menulis novel yang saya pelajari selama ini, Pramoedya Ananta Toer menuliskan kejadian dengan detail. Suatu masalah dikuliti secara perlahan, sehingga pembaca terbawa emosi. Seakan-akan, saya tersedot dalam tinta-tinta dalam setiap kata yang dibuatnya. 

Ada salah satu bagian yang diceritakan begitu rinci, untuk mendukung kejadian lainnya. Yang sebenarnya, pada bagian tersebut tak diceritakan pun, pembaca akan tahu. Kalau kata editor sekarang, bagian tersebut tak perlu. Memenuhi halaman buku saja. Namun, saya tetap membacanya dan menikmatinya.  

Ada salah satu bagian yang membuat saya terkejut. Mengenai kisah Annelies. Pramoedya Ananta Toer benar-benar berani dalam memilih suatu kejadian. Nasib untuk tokohnya, membuat saya bergidik, ketika membaca bagian tersebut. 

Saya heran, kenapa novel ini begitu banyak salah tulis? Banyak ejaan yang salah. Untuk novel yang sudah dicetak berkali-kali, tidak mungkin kan, tidak dikoreksi kembali? Tapi, saya mengira, novel ini dibiarkan apa adanya sejak pertama kali ia ditulis. Agar tetap terjaga "keasliannya". Namun, karena saya suka memperhatikan satu kata ke kata yang lain - untuk belajar ejaan yang benar - mau tak mau, sedikit menganggu. 

Saya ingin menceritakan lebih lanjut mengenai novel Bumi Manusia, akan tetapi lebih enak kalau dijadikan dua postingan saja, hehe. Selanjutnya, saya akan membahas mengenai karakter dari tiga tokoh utama; Minke, Nyai Ontosoroh, dan Annelies. Saya juga akan menuliskan, alasan kenapa Iqbal Ramadhan bisa dipilih memerankan Minke.

Tabik,
Wulan K.

0 Comments:

Post a Comment

Komentar akan dimoderasi terlebih dahulu. Hanya memastikan semuanya terbaca :)

Usahakan berkomentar dengan Name/URL ya, biar bisa langsung BW balik saya ^^

Banner IDwebhost